Adalah seorang nahkoda bernama Ladini Rasyidi, pada suatu hari memulai pelayaran dari Sulawesi menuju Surabaya.
Di tengah laut lepas kapalnya diserang badai. Hujan turun sangat lebat. Angin topan betiup menderu-deru sangat kencang. Gelombang menggunung bergulung-gulung. Suara petir menggelegar sambung menyambung. Kilat tidak henti-hentinya menyambar. Suasanapun gelap gulita. Mesin kapal macet dan nahkodapun kehilangan arah. Sangat menyeramkan.
Kemudian kapal itu dibawa arus berhari-hari, terombang-ambing dimainkan gelombang. Akhirnya anak buah kapal kehabisan bekal. Mereka kehilangan tenaga bahkan ada yg pingsan. Mereka pasrah kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dalam suasana mencekam seperti itu, naiklah Ladini Rasyidi sang nahkoda ke atas geladak kapal. Di situlah dia berdoa dengan khusyuk. Tiba-tiba kelihatanlah seorang berperawakan sangat besar dan tinggi memakai jubah dan sorban warna putih terbang dari arah timur menuju nahkoda. Semakin dekat orang yang berjubah itu kelihatan semakin kecil dan setelah sampai di depan sang nahkoda, orang berjubah itu Nampak seperti perawakan manusia biasa ramping dan tinggi dengan alis putih. Kemudian orang berjubah itu mengajar sang nahkoda sebuah doa. Sesudah doa itu dibacakan oleh nahkoda, orang berjubah itu menghilang dengan meninggalkan pesan ‘’nanti kalau ada kelihatan benda selain air segeralah menuju ke sana!’’.
Tidak lama kemudian di kejauhan nampaklah sebuah tongkat tertancap di tengah lautan. Dengan segala macam cara mereka berusaha mendekati tongkat itu. Setelah mendekat, tiba-tiba tongkat itu berubah menjadi daratan. Ajaibnya , daratan itu adalah tempat kampung halaman sang nahkoda. Alhamdulillah mereka selamat. Beberapa tahun kemudian, Ladini Rasyidi secara kebetulan bertamu dirumah seseorang berasal dari Pulau Lombok yang merantau ke Banjarmasin, namanya Safaruddin. Rumah orang itu tidak begitu jauh dengan rumah Ladini Rasyid.
Di ruang tamu, Ladini terperanjat melihat foto yang terpampang yang sama persis dengan orang tua berjubah yang telah menolongnya ketika tertimpa musibah di tengah laut itu. Ternyata itu adalah foto Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid. Maka bertanyalah dia tentang Maulana Syaikh. Sejak saat itu dia berencana untuk menziarahi Beliau di Lombok. Kemudian setelah beberapa tahun, pergilah dia ke Lombok menziarahi Maulana Syaikh sekaligus menyerahkan anaknya, Muhammad Ali untuk belajar di sana. “yang sangat mengherankan bagi saya, poda pertemuan pertama kali itu, Maulana Syaikh setelah menjawab salam saya langsung bertanya kepada saya ; bagaimana cerita yang dulu itu?’’ kata Ladini Rasyid mengakhiri ceritanya kepada TGH. Lalu anas Hasyri, QH. seorang Murid Maulana Syaikh Alumni Maderasah Shaulatiyyah Makkah, dan salah seorang Masyaikh MDQH NW ANJANI ketika berkunjung ke rumahnya di Banjarmasin.
(Dikutip dari buku: "Orang Maroko Itu Sembuh di Lombok Kumpulan Keramat Maulana Syaikh TGKH. MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJDID", yang ditulis oleh Mantan Sekjen PBNW, Drs. TGH. Abdul Hayyi Nukman, MM.)
Di tengah laut lepas kapalnya diserang badai. Hujan turun sangat lebat. Angin topan betiup menderu-deru sangat kencang. Gelombang menggunung bergulung-gulung. Suara petir menggelegar sambung menyambung. Kilat tidak henti-hentinya menyambar. Suasanapun gelap gulita. Mesin kapal macet dan nahkodapun kehilangan arah. Sangat menyeramkan.
Kemudian kapal itu dibawa arus berhari-hari, terombang-ambing dimainkan gelombang. Akhirnya anak buah kapal kehabisan bekal. Mereka kehilangan tenaga bahkan ada yg pingsan. Mereka pasrah kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dalam suasana mencekam seperti itu, naiklah Ladini Rasyidi sang nahkoda ke atas geladak kapal. Di situlah dia berdoa dengan khusyuk. Tiba-tiba kelihatanlah seorang berperawakan sangat besar dan tinggi memakai jubah dan sorban warna putih terbang dari arah timur menuju nahkoda. Semakin dekat orang yang berjubah itu kelihatan semakin kecil dan setelah sampai di depan sang nahkoda, orang berjubah itu Nampak seperti perawakan manusia biasa ramping dan tinggi dengan alis putih. Kemudian orang berjubah itu mengajar sang nahkoda sebuah doa. Sesudah doa itu dibacakan oleh nahkoda, orang berjubah itu menghilang dengan meninggalkan pesan ‘’nanti kalau ada kelihatan benda selain air segeralah menuju ke sana!’’.
Tidak lama kemudian di kejauhan nampaklah sebuah tongkat tertancap di tengah lautan. Dengan segala macam cara mereka berusaha mendekati tongkat itu. Setelah mendekat, tiba-tiba tongkat itu berubah menjadi daratan. Ajaibnya , daratan itu adalah tempat kampung halaman sang nahkoda. Alhamdulillah mereka selamat. Beberapa tahun kemudian, Ladini Rasyidi secara kebetulan bertamu dirumah seseorang berasal dari Pulau Lombok yang merantau ke Banjarmasin, namanya Safaruddin. Rumah orang itu tidak begitu jauh dengan rumah Ladini Rasyid.
Di ruang tamu, Ladini terperanjat melihat foto yang terpampang yang sama persis dengan orang tua berjubah yang telah menolongnya ketika tertimpa musibah di tengah laut itu. Ternyata itu adalah foto Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid. Maka bertanyalah dia tentang Maulana Syaikh. Sejak saat itu dia berencana untuk menziarahi Beliau di Lombok. Kemudian setelah beberapa tahun, pergilah dia ke Lombok menziarahi Maulana Syaikh sekaligus menyerahkan anaknya, Muhammad Ali untuk belajar di sana. “yang sangat mengherankan bagi saya, poda pertemuan pertama kali itu, Maulana Syaikh setelah menjawab salam saya langsung bertanya kepada saya ; bagaimana cerita yang dulu itu?’’ kata Ladini Rasyid mengakhiri ceritanya kepada TGH. Lalu anas Hasyri, QH. seorang Murid Maulana Syaikh Alumni Maderasah Shaulatiyyah Makkah, dan salah seorang Masyaikh MDQH NW ANJANI ketika berkunjung ke rumahnya di Banjarmasin.
(Dikutip dari buku: "Orang Maroko Itu Sembuh di Lombok Kumpulan Keramat Maulana Syaikh TGKH. MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJDID", yang ditulis oleh Mantan Sekjen PBNW, Drs. TGH. Abdul Hayyi Nukman, MM.)